Kamis, 07 Juli 2011

"KETIKA SANG LAMBANG CINTA MULAI LAYU"


Inno Ngutra

Lagi...tulisan berserakan menyapa Anda, sahabat2ku...


... Bila Anda berdiam sejenak saja untuk bermenung maka pasti Anda akan merasakan getaran cinta yang membuatmu bisa berkata dan berbuat. Jika Anda berhenti sejenak dalam perjalananmu hari ini untuk memaknai setiap peristiwa hidup yang Anda alami maka Anda akan sampai kepada kesadaran bahwa kesekitaranmu mengajarkan Anda banyak nilai tentang hidup dan cinta.

Kembali lagi ke Starbucks untuk mencari beberapa data (waduh...anak kost gini lama-lama uang uskup bisa habis hanya karena kopi starbucks....hehhehhe....semoga ada donatur tambahan....atau setidak-tidaknya tulisan pendek ini dibayar oleh para pembaca....Canda aja, sobat-sobatku). Aku mengambil posisi duduk di luar starbucks menghadap jalan raya di depan universitas Ateneo-Manila yang ramai digunakan oleh para pencinta yang sementara merayakan hari kasih sayang. Di sampingku duduk sepasang kekasih yang tanpa menghiraukan dunia sekitarnya, terus menerus berpelukan dan sesekali mendaratkan ciuman mesra pada pipi dan bibir pasangannya (Wele....si romo cuci mata ni.....boleh ngga ya? Bukan apa yang masuk membuat haram tapi apa yang keluar....membela diri niye si romo). Seikat kembang dalam bungkusan plastik terletak di antara dua sejoli itu sebagai lambang cinta mereka. Mungkin karena sakit atau operasi, si pangeran harus membawa tongkat untuk membantunya melangkah sementara si putri tetap menemani sang pangeran tanpa merasa malu terhadap keadaan sang pangeran tongkat (istilah ciptaan sendiri loh).

Sekedar mengajakmu untuk berefleksi lanjut tentang LAMBANG CINTA dan CINTA yang telah diposting tadi pagi, aku terus memperhatikan kembang-kembang yang mulai layu walaupun terbungkus dalam plastik yang indah dan aman. Ya, memang benar bahwa lambang apa pun bagusnya dipandang mata tapi hanyalah sebuah TANDA yang tidak identik dengan APA yang dilambangkannya. Seikat kembang itu adalah lambang cinta tapi ia tak bisa menjelaskan dengan tuntas tentang CINTA itu sendiri. Kembang itu sebentar lagi akan layu bahkan akan dibuang tapi APA yang dilambangkannya tetap abadi, karena memang cinta itu adalah sebuah keabadian yang berasal dari YANG HIDUP, YANG TAK DAPAT MATI.

Refleksinya terus berlanjut ketika tiba-tiba muncul di depan Starbucks itu pasangan mesra lainnya, yang kira-kira berumur di atas 60-an. Mereka pun tak kalah memamerkan kedekatan mereka satu dengan yang lain dengan cara bergandengan tangan. Kalau tadi pagi aku berani mengatakan bahwa penghubung antara lambang dan cinta adalah pencinta, maka malam ini aku harus berani mengatakan bahwa siapa pun sang pencinta, sekuat dan sehebat apa pun sang pencinta tapi seperti terbenamnya matahari beberapa waktu yang lalu maka sang pencinta pun (seperti pasangan di atas 60-an itu) pun berarak menuju akhir dari cinta mereka. Waduh, hatiku koq jadi sedih ketika refleksinya sampai di titik ini bahwa sang pencinta pun akan mengakhiri petualangan cintanya. Pertanyaa lanjut untuk menghibur hati yang sedih adalah "Adakah cinta itu abadi?"

Pikiranku jauh menerawang seiring langit luas terhampar di hadapanku, walaupun mataku sendiri tidak melihatnya dengan jelas karena dekapan sang ratu malam, tapi aku yakin dan percaya bahwa langit itu ada di sana dalam sebuah keabadian karena tercipta oleh SANG CINTA ABADI. Tiba-tiba muncullah dalam nubariku kata-kata Yohanes ketika ia merefleksikan kedalaman cinta Sang Pencinta Yang mengirim Anak-Nya untuk mengajarkan manusia tentang makna cinta. "Betapa besar kasih Allah akan dunia sehingga tiba waktunya Ia mengutus Putra kesayangan-Nya kepada dunia, agar lewat-Nya cinta dari Sang Cinta Abadi itu menjadi pengalaman nyata manusia." Ya, Allah, karena dan demi cinta-Nya kepada manusia, Ia telah mengirim Putra kesayangan-Nya, Yesus Kristus untuk mengajarkan kepada kita tentang cinta yang Abadi itu, sehingga Ia pernah berkata; "Tidak ada cinta yang besar ketika seseorang rela menyerahkan nyawanya untuk para sahabatnya, orang-orang yang dicintainya." Dan, untuk tersebarnya cintai ini, Ia berkata; "Kamu hanya bisa disebut murid-murid-Ku jika kamu saling mencintai satu sama lain." Kalau cinta adalah syaratnya menjadi murid Yesus, mengapa kita tidak saling mencintai? Jika kita tidak mampu saling mencintai satu sama lain, mengapa kita berani memproklamirkan diri sebagai seorang pencinta, seorang murid Yesus?

Daripada terus mendefinisikan cinta itu dan pasti takan berakhir maka seiring perginya dua sejoli dengan seikat kembang di tangan sang putri, aku ingin mengakhiri hayalanku tentang cinta dengan sepenggal doa kepada Sang Pencinta Sejati; "Yesus, berikanlah kemampuan dan kerelaan di hati para pembaca tulisan berserakan ini untuk saling membagi cinta di antara mereka selagi hidup dan kesempatan masih terberi untuk mereka." Kembang lambang cinta boleh layu dan hancur ditelan ibu pertiwi hari ini, esok atau hari-hari yang akan datang, tapi biarlah cinta itu tetap menjadi tali pengikat aku dan sesamamu, dan biarlah kami berarak untuk menyempurnakan cinta kami di dalam CINTAMU YANG ABADI karena Engkau sendirilah KEABADIAN CINTA ITU. Amin.

Salam seorang sahabat untuk para sahabat,

Romo Inno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar