Rabu, 24 Agustus 2011

APA YANG DULU HILANG, KINI KU TEMUKAN KEMBALI







Hidup di kota besar dan tinggal di kawasan elit memaksa keluarga ini berpacu dengan tuntutan dan harapan. Suami yang punya ambisi segudang dan obsesi membara selalu berjuang untuk mampu meggapai “mimpinya” menduduki jabatan penting di salah satu perusahaan terkenal. Sebagai seorang suami, terlebih lagi sebagai seorang pria, ia tidak mau, isterinya lebih bagus kerjanya. Ia juga tidak suka kalau gaji sang isterinya lebih tinggi dari gajinya. Apakah ini karena ia sungguh sangat mencintai isterinya??? Hanya ia yang tahu. Tetapi yang jelas gengsinya luar biasa,,,,,Ia malu dan minder bila kalah pamor dengan isterinya. Karena itu, isterinya tidak boleh melebihi dia dalam segala hal.

Bagaimana dengan isterinya? Sejak mereka menikah kira-kira 15 tahun yang lalu, ia sebenarnya sudah menemukan “signal” yang kurang bagus dari suaminya. Ia kadang berpikir sendiri, “Mengapa suaminya begitu gengsi berhadapan dengan dirinya?? Mengapa ia malu dan minder bila saya lebih tinggi darinya dalam pekerjaan dan soal gaji? Aku bukan orang lain untuk dirinya dan ia juga bukan orang lain untuk ku. Kami suami- isteri yang telah dipersatukan Allah dalam sakramen pernikahan. Sebenarnya tidak ada lagi gengsi, minder, apalagi persaingan; kerja siapa lebih bagus dan gaji siapa yang lebih tinggi,,, toh semua “income” masuk ke keluarga.” Untuk isterinya, lebih penting cinta, sapaan, kehadiran, waktu bersama dan sharing keluarga daripada asesories materi.

Materi, pangkat dan kedudukan, toh,, sudah berada dalam genggaman mereka tetapi seiring dengan itu, kebersamaan yang seharusnya mereka bina mulai hilang terkikis oleh kesibukan. Rasa gersang dan hambar mulai terasa di keluarga ini.

Apa yang dicemaskan oleh sang suami terjadi. Bumi berputar,, dan jaman berubah. Terpaan badai dahsyat menghantam perusahaan yang dipimpinnya. Sebagai orang tertinggi, ia yang harus bertanggung jawab. Ia diberhentikan oleh pemilik perusahaan itu. Ia stress, down,, malu, minder terhadap dirinya dan isterinya. Ia selalu dihantui pertanyaan, “APAKAH ISTERINYA MASIH TETAP MENCINTAINYA DALAM KEADAAN PENGANGGURAN?? Karena stress yang berkepanjangan ia mengalami stroke.

Isterinya,,, punya cinta sejati dan kasih abadi. Sedikitpun rasa dan perasaan cinta tidak pernah luntur dari hatinya karena ia mencintainya sebagai seorang pribadi yang telah dihadiahkan Allah untuknya. Atau sebaliknya, ia mencintai suaminya bukan karena jabatan, pangkat dan materi yang dulu diperolehnya.

Maka ia setia mendampingi suaminya. Ia selalu menyemangati suami dalam ketidak berdayaannya, “Aku tetap mencintaimu,,,, aku selalu mengasihimu, bahkan cintaku melebihi saat kita pertama kali memupuk dan merajut cinta,,,, pacaran. Bahkan melebihi cintaku saat kita bersatu dalam sakramen pernikahan 15 tahun yang lalu. Apa yang hilang kini kutemukan kembali, yakni kebersamaan dan kehadiran dirimu, walau itu terjadi di rumah sakit ini. Kini kamu punya waktu banyak untuk saya dan anak, walau itu nyata saat kamu tidak berdaya. Sapaan kasih dan cinta ini, menguatkan sang suami. Perlahan namun pasti,,,, ia kembali memperoleh semangat hidup..

Saudara-I terkasih dan teman-teman sekalian. Benar bahwa kita mempunyai banyak mimpi, angan, tekad, motivasi, ambisi dan obsesi. Tetapi satu hal yang tidak boleh kita lupakan ialah, kebersamaan dan kehadiran dalam keluarga. Buatlah kebersamaan dan kesatuan dalam keluarga menjadi momen terindah untuk menata hidup yang semakin baik dan bermutu. Landaskan dan letakkanlah kesatuan cinta kasih atas dasar kesetiaan, keterbukaan, dialog dan bukan atas dasar materi, pangkat dan jabatan. Dan penting, letakkanlah alas rumahmu atas Kasih Allah. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar