Kamis, 25 Agustus 2011

JUJURLAH PADA KETIDAKJUJURAN


oleh Coff Fransiscko Uweubun pada 25 Agustus 2011 jam 10:15
  

Untuk bersikap jujur pada keadaan normal saja sulit dilakukan , apalagi harus jujur ketika telah bersikap tidak jujur! Sungguh muka mau taruh dimana dan beban berat untuk menanggung rasa malu!


Saya suka menulis tentang kejujuran, ternyata saya tetap belum bisa dan berani bersikap jujur 100 % . Tapi minimal saya masih berani bersikap jujur pada diri sendiri bahwa saya belum juga bisa jujur pada setiap keadaan . Yang paling parah adalah masih menyimpan kebohongan pada Tuhan dalam perilaku sehari-hari . Untuk itu saya tidak berani minta maaf , selain menyadarkan diri dan bertekad untuk merubahnya segera .
Banyak yang mengatakan untuk menjadi jujur itu sulit , itu adalah realitanya. Bila demikian pasti lebih sulit lagi untuk bersikap jujur ketika telah bersikap tidak jujur .

Tidak heran , begitu kita akan mati-matian untuk menutupi ketidakjujuran yang telah dilakukan . Segala cara dilakukan agar tidak terbongkar . Bahkan ketika ketahuan pun , kita masih akan rela membela diri dengan membayar mahal pengacara atas nama hukum dan HAM .

Luar biasa ! Contoh nyatanya adalah para koruptor di negeri ini . Belum ada sejarahnya , ada koruptor yang berani jujur mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada rakyat yang uangnya telah diambil . Yang ada , adalah pembenaran , tidak tahu atau khilaf . Akibat rasa malunya .

Kesalahan ditutupi kesalahan !

Ada yang mengatakan , semua ini karena urat malunya sudah putus , tapi menurut saya justru karena urat malunya terlalu alot , sehingga tidak bisa dikendurkan. Yang lebih utama , kita tidak berani bersikap jujur pada ketidakjujuran adalah akibat kebesaran ke-malu-an alias benar - benar malu_sekali !

Masih banyak contoh - contoh yang bisa kita temukan dikehidupan sehari-hari tentang ketidakjujuran yang telah dilakukan namun tiada nyali untuk mengakuinya ketika ketahuan .

Bila berani berlaku tidak jujur ,seharusnya berani juga untuk berlaku jujur , mengapa mesti malu mengakuinya ? Keangkuhan terlalu tinggi , sehingga tiada kerendahan hati untuk mengakui kesalahan .

Bila malu untuk jujur telah bersikap tidak jujur , seharusnya tidak boleh berani untuk melakukan hal yang tidak jujur. Mengapa tidak malu untuk berani melakukannya? Karena kebodohan dan ketidaksadaran dirinya sebagai manusia yang bermartabat dan mulia .

Itulah yang seringkali dan masih terus berlangsung di negeri yang katanya religius ini . Ketidakjujuran ditutupi lagi dengan ketidakjujuran demi ketidakjujuran .

Mengapa sulit untuk jujur pada ketidakjujuran? Mengapa tidak ada niat baik untuk membuka ketidakjujuran itu dengan sebuah kejujuran untuk kebaikan dan meringankan beban rasa bersalah?

Ataukah masih malu juga mengakuinya dikegelapan malam dan bahkan malu mengakui pada diri sendiri akan ketidakjujuran ini ?

Semoga masih ada kesadaran dan kejujuran di hati yang terdalam , kawan!


Bukit Bantik, 25 Agustus 2011

Didalam Catatan ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar